~* Bismillahirahmanirahim *~
Dalam sebuah riwayat dari Bukhari dicertakan
bahwa Asma
Radiallahu anha sendiri pernah menceritakan
tentang keadaan hidupnya.
"Ketika aku menikah dengan Zubair Radiallahu
anhu., ia tidak memiliki harta sedikit pun, tidak memiliki tanah, tidak
memiliki pembantu untuk membantu pekerjaan, dan juga tidak memiliki sesuatu apa
pun. Hanya ada satu unta milikku yang biasa digunakan untuk membawa air, juga
seekor kuda. Dengan unta tersebut, kami dapat membawa rumput dan lain-lainnya.
Akulah yang menumbuk kurma untuk makanan hewan-hewan tersebut. Aku sendirilah
yang mengisi tempat air sampai penuh. Apabila embernya peceh, aku sendirilah
yang memperbaikinya. Pekerjaan merawat kuda, seperti mencarikan rumput dan
memberinya makan, juga aku sendiri yang melakukannya. Semua pekerjaan yang
paling sulit bagiku adalah memberi makan kuda. Aku kurang pandai membuat roti.
Untuk membuat roti, biasanya aku hanya mencampurkan gandum dengan air, kemudian
kubawa kepada wanita tetangga, yaitu seorang wanita Anshar, agar ia
memasakkannya. Ia adalah seorang wanita yang ikhlas. Dialah yang memasakkan
roti untukku."
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
sampai di madinah, maka Zubair Radiallahu anhu telah diberi
hadiah oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berupa sebidang tanah,
seluas kurang lebih 2 mil (jauhnya dari kota). Lalu, kebun itu kami tanami
pohon-pohon kurma. Suatu ketika, aku sedang berjalan sambil membawa kurma di
atas kepalaku yang aku ambil dari kebun tersebut. Di tengah jalan aku bertemu
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beberapa sahabat Anshar lainnya
yang sedang menunggang unta. Setelah Rasulullah saw melihatku, beliau pun
menghentikan untanya. Kemudian beliau mengisyaratkan agar aku naik ke atas unta
beliau. Aku merasa sangat malu dengan laki-laki lainnya. Demikian pula aku
khawatir terhadap Zubair Radiallahu anhu yang sangat
pencemburu. Aku khawatir ia akan marah. Memahami perasaanku, Rasulullah
membiarkanku dan meninggalkanku. Lalu segera aku pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, aku menceritakan peristiwa
tersebut kepada Zubair Radiallahu anhu tentang perasaanku
yang sangat malu dan kekhawatiranku jangan-jangan Zubair Radiallahu
anhu merasa cemburu sehingga menyebabkannya menjadi marah. Zubair r.a
berkata,
"Demi Allah aku lebih cemburu kepadamu yang
selalu membawa isi-isi kurma di atas kepalamu sementara aku tidak dapat
membantumu."
Setelah itu Abu Bakar, ayah Asma
Radiallahu anha, memberikan
seorang hamba sahaya kepada Asma. Dengan adanya pembantu di rumahnya, maka
pekerjaan rumah tangga dapat diselesaikan dengan ringan, seolah-olah aku telah
terbebas dari penjara.
Di antara tugas yang juga dijalani kaum hawa di
masa Rasulullah adalah menyediakan makanan dan minuman bagi para pejuang serta
merawat kuda-kuda perang. Selain itu, mereka bertugas memparbaiki dan
mempersiapkan persenjataaan para pejuang di tengah berkecamuknya perang.
Dalam suatu peperangan, pedang yang ada di tangan
Khalid bin Walid patah. Melihat hal itu, istri Khalid yakni Ummi Tamim segera
membantu sang suami dengan memberikan senjata yang baru agar dapat melanjutkan
pertempuran. Demikian pula dengan Asma binti Abu Bakar, dia bantu sang suami
Zubair bin Awam dengan persenjataan.
Kehadiran sang istri di samping suami di medan
perang sangat memupuk semangat juang mereka. Ini semua demi membela martabat
dan kehormatan serta menampilkan semangat kepahlawanan dan keluhuran di hadapan
istri. Betapa banyak pejuang terpompa semangatnya di medan perang disebabkan kehadiran
seorang perempuan.
Dalam perang Yarmu' semua prajurit tertidur
karena kelelahan yang teramat sangat. Sang komandan Abu Ubaidah bin Jirah tidak
mau membebani prajuritnya yang sudah sangat lelah agar berjaga-jaga. Sehingga
meski seorang komandan, beliau sendiri yang melakukan tugas penjagaan. Ternyata
beliau melihat Asma binti Abu Bakar dan sekelompok putri muslimah tengah
berjaga-jaga di sekitar perkemahan. Mereka semua menghunus pedang. Sungguh
suatu pemandangan yang sangat indah, seorang panglima besar dan putri khalifah
bersama-sama melakukan tugas jaga.
Asma Seorang yang Sangat Dermawan
Asma Radiallahu anha memiliki
sifat yang sangat dermawan. Pada mulanya, apabila ia akan mengeluarkan harta di
jalan Allah ia akan menghitungnya dan menimbangnya. Akan tetapi, setelah
Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kalian menyimpan-nyimpan atau
menghitung-hitung (harta yang akan diinfakkan). Apabila mampu, belanjakanlah
sebanyak mungkin."
Akhirnya setelah mendengar nasihat ini, Asma
Radiallahu anha semakin
banyak menyumbangkan hartanya. Ia juga selalu menasehati anak-anak dan
perempuan-perempuan yang ada di rumahnya.
"Hendaklah kalian selalu meningkatkan diri
dalam membelanjakan harta di jalan Allah, jangan menunggu-nunggu kelebihan
harta kita dari keperluan-keperluan kita (yaitu jika ada sisa harta setelah
dibelanjakan untuk keperluan membeli barang-barang, barulah sisa tersebut
disedekahkan.) Jangan kalian berpikir tentang sisanya. Jika kalian selalu
menunggu sisanya, sedangkan keperluan kalian bertambah banyak, maka itu tidak
akan mencukupi keperluan kalian sehingga kita tidak memiliki kesempatan untuk
membelanjakannya di jalan Allah. Jika keperluan itu disumbangkan di jalan
Allah, maka kalian tidak akan mengalami kerugian selamanya."
Asma Sebagai Ibunda Pejuang Islam yang
handal
Hijrah Asma' Radhiallahu anha dan
suaminya ke Madinah berlaku selang beberapa lama dari hijrah sebelumnya, di
mana pada ketika itu Asma' sedang sarat mengandungkan Abdullah bin
Zubair dan hanya menanti detik-detik kelahirannya. Perjalanan yang
jauh dan berbahaya ditempuhi jua sehinggalah angkatan para sahabat tiba di
Quba'. Kelahiran anak pasangan sahabat ini disambut dengan penuh kesyukuran dan
kegembiraan. Dialah bayi pertama yang dilahirkan di Madinah.
Sebaik-baik Ummu wa Rabbatul Bait
Seorang muhajirah yang agung, antara wanita yang awal memeluk Islam, sangat
memuliakan suaminya meskipun Zubair hanya seorang pemuda miskin yang tidak
mampu menyediakan pembantu buatnya. Hatta tidak mempunyai harta yang dapat
melapangkan kehidupan keluarganya, melainkan hanya seekor kuda yang dijaganya
dengan baik. Beliaulah isteri yang sentiasa sabar dan setia berkhidmat untuk
suaminya, sanggup bekerja keras merawat dan menumbuk sendiri biji kurma untuk
makanan kuda suaminya di saat Zubair sibuk menjalankan tugas-tugas yang
diperintah Rasulullah kepadanya.
Di dalam didikannya, keperibadian Abdullah bin Zubair dibentuk. Beliau
adalah susuk seorang ibu yang sangat memahami peranannya dalam melahirkan
generasi utama yang berkualiti, generasi yang menjadikan kecintaan kepada Allah
dan RasulNya di atas segala-galanya, sama ada harta, isteri, keluarga mahupun
segala jenis perbendaharaan dunia. Beliau mencetak keperibadian generasi yang
siap berjuang membela bendera Islam dan kalimah
La ilaha illallah Muhammad
Rasulullah. Keperibadian seperti ini terpancar jelas di dalam diri
puteranya, Abdullah bin Zubair. Hal ini dapat kita teladani melalui kisah
pertemuan terakhir di antara seorang ibu dan anak yang saling menyayangi dan
mencintai satu sama lain, semata-mata kerana kecintaan keduanya kepada Allah
Subhanahu
wa Taala dan RasulNya.
Dalam sejarah Islam, itulah bayi pertama yang
dilahirkan setelah hijrah. Pada zaman itu banyak terjadi kesulitan, kesusahan,
kemiskinan, dan kelaparan. Tetapi pada zaman itu juga muncul kehebatan dan
keberanian yang tiada bandingannya
Kasih sayangnya kepada puteranya tergambar dalam
doa yang sangat terkenal untul Abdullah bin Zubair..
“Ya Allah! Kasihanilah dia kerana solat yang
panjang diselangi tangisan di tengah kedinginan malam yang sepi, ketika
orang-orang lain sedang nyenyak dibuai mimpi. Ya Allah! Kasihanilah dia yang
sering menahan lapar dan dahaga ketika bertugas jauh dari Madinah atau Mekah
dalam menunaikan ibadah puasa kepadaMu. Ya Allah! Aku menyerahkannya di bawah
pemeliharaanMu, aku redha dengan apa yang telah Engkau tetapkan bagiku dan
baginya, dan berilah kami pahala orang-orang yang sabar...!"
[ Doa Asma' radhiallahu anha buat puteranya,
Abdullah bin Zubair]
Setelah Husain terbunuh dan Yazid bin Mu`awiyah
meninggal, Abdullah bin Zubair dapat mendirikan khilafah di Hijaz sampai Abdul
Malik bin Marwan berkuasa sebagai khalifah. Lalu, Abdul Malik mengirim pasukan
yang dipimpin oleh seorang yang kejam Hajjaj bin Yusuf ats-Tsagafi untuk
menumpas Abdullah bin Zubair. Hajjaj menghujani Ka’bah dengan panah api dan
melukai para penduduk Mekah sehingga mereka pergi meninggalkan Abdullah bin
Zubair. Kemudian Abdullah bin Zubair mendatangi ibunya Asma binti Abu Bakar
yang kedua matanya telah buta, untuk meminta nasihat darinya. Asma, ibunya,
menasihatinya agar tetap bertahan sampai kematian datang menjemput. Asma
berkata, “Demi Allah, tebasan sebilah pedang demi kemuliaan adalah jauh lebih
balk daripada cambukan sepotong cemeti dalam kehinaan.” Abdullah bin Zubair
menjawab perkataan ibunya, “Wahai ibuku, aku takut bila mereka telah
membunuhku, mereka akan menjadikan jasadku sebagai contoh di tengah-tengah
penduduk.” Lalu Asma berkata dengan perkataannya yang sangat masyhur, “Adakah
kambing yang telah disembelih akan merasakan sakitnya dikuliti?” Maka, Abdullah
bin Zubair pun lalu pergi menghadapi Hajaj sampai menemui ajalnya sebagai
syahid. Setelah itu, Hajjaj bin Yusuf mendatangi Asma binti Abu Bakar
menanyakan tentang hajatnya. Namun, dengan penuh keberanian Asma menjawab,
‘`Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa
akan muncul dari bani Tsagif seorang pendusta dan seorang yang kejam. Adapun
pendusta itu kami telah mengetahuinya, sedangkan seseorang yang kejam dan
sewenang-wenang itu aku tidak menemukannya selain dirimu.”
Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun
tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh makna yang
membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam
buaian, hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya
pun tak berubah, luruh memberikan kenyamanan dan kehangatan.
Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta,
membaluri sekujur tubuh dengan do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang
tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol
perjuangan menapak sulitnya kehidupan.
Polesannya adalah warna dasar pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih
nan suci, hingga tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan
yang diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an, zikir, tasbih serta tahmid, tentu
akan melahirkan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun
berharap tercipta jundullah (tentara Allah) dari sebuah madrasah keluarga.
Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman)
telah menyemai banyak pahlawan Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq
melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar
dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin
Yusuf, antek Bani Umaiyah.
Sebuah teladan yang sangat berharga buat kita
semua. Asma' Radiallahu anha bukan sahaja menunjukkan keberaniannya,
kepatuhannya kepada Allah, suami dan ayahnya; juga pengorbanannya yang besar,
sikap dermawannya dan kecemerlangan berfikir yang menjadi cermin
keperibadiannya. Bersama suaminya, Zubair bin Awwam, terbentuklah keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah; bukan kerana harta yang melimpah ruah,
tetapi limpahan barakah dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Taala
kerana ahli keluarganya yang menjadikan kecintaan mereka hanya kepada Allah dan
Rasul di atas kecintaan-kecintaan lainnya. Dari keluarga ini, lahirlah seorang
syuhada yang gagah berani, tidak takut terhadap apapun kecuali Allah Subhanahu
wa Taala Semoga kisah Asma’ Abu Bakar ini akan sentiasa mekar di
jiwa kita sebagai motivasi diri dalam menyemai kecintaan serta menjalankan
kewajipan terhadap Rabbul Izzati.
Author : (Siti Jamilah Hamdi)